Rabu, 03 Februari 2016

Bagaimana sih suara dihasilkan oleh mulut?

Pembentukan Suara

Membran mukosa laring membentuk dua pasang lipatan: pasangan superior dinamai plika ventrikularis (pita suara palsu) dan pasangan inferior disebut plika vokalis (pita suara sejati). Ruang antara plika ventrikularis dikenal sebagai rima vestibuli. Sinus laringealis (ventrikel) adalah perluasan lateral bagian tengah rongga laring di inferior plika ventrikularis dan di superior plika vokalis. Meskipun tidak berfungsi dalam produksi suara, plika ventrikularis tetap memiliki peran fungsional penting. Ketika saling mendekat, plika ventrikularis berfungsi dalam menahan napas terhadap tekanan di rongga toraks, seperti yang dapat terjadi ketika seseorang mengejan untuk mengangkat benda berat.



   Plika vokalis adalah struktur utama dalam pembentukan suara. Di dalam membran mukosa plika vokalis, yang merupakan epitel skuamosa berlapis tak-berkeratin, terdapat pita-pita ligamentum elastik yang teregang antara tulang-tulang rawan kaku laring seperti dawai gitar. Otot-otot laring intrinsik melekat ke tulang rawan yang kaku dan plika vokalis. Ketika berkontraksi, otot-otot itu menggerakkan tulang rawan, yang menarik ligamentum elastik menjadi kencang, dan hal ini meregangkan plika vokalis keluar ke dalam saluran napas sehingga rima glotidis menyempit. Kontraksi dan relaksasi otot menyebabkan tegangan pada plika vokalis berubah-ubah, seperti mengencangkan dan me­ngendurkan dawai gitar. Udara yang melewati laring menggetarkan lipatan dan menimbulkan suara (fonasi) dengan membentuk gelombang suara di kolom udara di faring, hidung, dan mulut. Variasi dalam nada suara berkaitan dengan tegangan plika vokalis. Semakin besar tekanan udara, semakin keras suara yang dihasilkan oleh getaran plika vokalis.
   Ketika berkontraksi, otot-otot intrinsik laring menarik tulang rawan aritenoid, yang menyebabkan tulang rawan berputar dan bergeser. Kontraksi otot krikoaritenoid posterior, misalnya, memisahkan plika vokalis (abduksi), sehingga rima glotidis terbuka. Sebaliknya, kontraksi otot krikoaritenoid lateral mendekatkan kedua plika vokalis (aduksi), sehingga rima glotidis tertutup. Otot-otot intrinsik lain dapat memperpanjang (dan memberikan tegangan pada) atau memperpendek (dan melemaskan) plika vokalis.
Nada dikontrol oleh tegangan pada plika vokalis. Jika tertarik kencang oleh otot, plika vokalis bergetar lebih cepat dan dihasilkan nada yang lebih tinggi. Penurunan tegangan otot pada plika vokalis menyebab­kannya bergetar lebih lambat dan menghasilkan suara bernada lebih rendah. Karena pengaruh androgen (hormon seks pria), plika vokalis biasanya menjadi lebih tebal dan lebih panjang pada pria daripada wanita, dan karenanya bergetar lebih lambat. Inilah yang menyebabkan mengapa suara pria umumnya memiliki kisaran nada yang lebih rendah daripada suara wanita.
   Suara berasal dari getaran plika vokalis, tetapi struktur-struktur lain diperlukan untuk mengubah bunyi menjadi bicara yang dapat di­pahami. Faring, mulut, rongga hidung, dan sinus paranasalis semuanya bekerja sebagai ruang resonansi yang memberi suara kualitas manusia dan individual. Kita menghasilkan bunyi vokal dengan mengencangkan dan mengendurkan otot-otot di dinding faring. Otot-otot wajah, lidah, dan bibir membantu kita melafalkan kata.
   Berbisik dihasilkan dengan menutup rima glotidis kecuali bagian posteriornya. Karena plika vokalis tidak bergetar sewaktu berbisik, tidak dihasilkan nada dalam bentuk bicara ini. Namun, kita tetap dapat mengucapkan kata-kata yang dapat dipahami selagi berbisik dengan mengubah-ubah bentuk rongga mulut sewaktu kita melafal. Seiring dengan berubahnya ukuran rongga mulut, kualitas resonansinya juga berubah, yang menghasilkan nada mirip-vokal terhadap udara ketika udara mengalir melalui bibir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar